Me

Me

Jumat, 03 Desember 2010

seri telaah kristen V: sejarah yahudi dan perjanjian lama 4

... LANJUTAN ...

ISRAEL DI MASA MODERN DAN POS-MODERN

Lahirnya negara Israel juga sedikit banyak berhubungan dengan kejadian-kejadian berbagai Deklarasi USA dan UK di bawah yang terjadi di jaman Modern (Abad XVII-XX Masehi) dan Pos-Modern (paruh akhir Abad XX Masehi sampai sekarang) ini (selain kaitan antropologis dan historis-agamis antara bangsa-bangsa ini):

BLACKSTONE DECLARATION 1891:

”Why not give Palestine back to the Jews again? According to God’s distributions of nations, it is their home, an inalienable possesion from which they were expelled by force ... Now give Palestine back to the Jews?” - signed by 413 promenade American Political, business, and Religious Leaders, and presented by USA’s President Benjamin Harrison).

Dan sejak Konferensi Zionis pertama di Basel pada tahun 1897 yang melahirkan organisasi Zionis di Inggris (Zionist Federation of Great Britain and Ireland) yang bertujuan untuk mendirikan negara Israel di Palestina yang saat itu berada di bawah protektorat Daulah Islamiyah Turki Usmaniyah (Turki Ottoman), Bani Israil (Yahudi) tak berhenti untuk berusaha mewujudkannya.

Sementara itu, sejak berakhirnya Perang Dunia I dengan Jerman dan Turki Ottoman (Daulah Islamiyah Turki Usmaniyah) sebagai pihak yang kalah, Inggris dan Perancis keluar sebagai pemenang, dan Palestina yang tadinya wilayah Turki lalu berada di bawah lindungan (protektorat) Inggris.

Deklarasi Balfour di Inggris pada 31 Oktober 1917 (saat itu Palestina dikuasai Inggris, setelah pemberontakan Arab dipimpin Sheik Bani Saud terhadap Turki dalam kekhalifahan Daulah Islamiyah Turki Usmaniyah yang didukung Inggris melalui agen rahasianya, Thomas Edward Lawrence/”Lawrence of Arabia”) secara formal menyatakan dukungan Inggris untuk mewujudkan negara Yahudi di wilayah Palestina.

Disebut sebagai Deklarasi Balfour, karena berdasarkan surat dari Arthur James Balfour (Menteri Luar Negeri Inggris) kepada Lord Walter Rothschild pemimpin komunitas Yahudi Inggris saat itu yang berisikan dukungan Inggris terhadap pembentukan Zionis Federation.

Adapun isinya adalah sebagai berikut:

Foreign Office, November 2nd, 1917.

Dear Lord Rothschild,

I have much pleasure in conveying to you, on behalf of His Majesty's Government, the following declaration of sympathy with Jewish Zionist aspirations which has been submitted to, and approved by, the Cabinet:

"His Majesty's Government view with favour the establishment in Palestine of a national home for the Jewish people, and will use their best endeavours to facilitate the achievement of this object, it is being clearly understood that nothing shall be done which may prejudice the civil and religious rights of existing non-Jewish communities in Palestine, or the rights and political status enjoyed by Jews in any other country".

I should be grateful if you would bring this declaration to the knowledge of the Zionist Federation.

Yours sincerely,

Arthur James Balfour

Kemudian setelah itu:

ANGLO-AMERICA COMMITEE 1946:

The fact that the Arabs have a vast hinterland in the Middle-East, and the fact the Jews have nowhere else to go establishes the relative justice of their claims and of their cause ... Arabs sovereignty over a portion of the debated territory must undobtedly be sacrificed for the sake of establishing a Jewish homeland” (presented by Rheinhold Niehbuhr)

Pada masa Perang Dunia II, kaum Bani Israil-Yahudi di Eropa disingkirkan dari Jerman dan ’dibantai' dalam Holocaust oleh pasukan Adolf Hitler dan Nazi Jerman, dan cukup banyak dari mereka menyelamatkan diri ke Amerika Serikat dan Inggris.

Terlepas dari kontroversi mengenai benar-tidaknya Holocaust dan jumlah sesungguhnya yang meninggal, Hitler menganggap mereka adalah bangsa yang mengkhianati, membunuh, menyalibkan Yesus, dan pada kenyataannya di Jerman pada masa itu menurutnya mereka sudah banyak ‘mencuri’ dari bangsa Jerman. Dengan semangat “Deutsche uber alles” (bangsa Aria Jerman di atas semua bangsa lain), maka tentu saja menurutnya ‘parasit’ Yahudi ini harus dibersihkan.

Pada tahun 1948, sesudah pasukan Sekutu dipimpin Amerika Serikat memenangkan Perang Dunia II terhadap Jerman (dan Italia serta Jepang) di tahun 1945, juga saat mandat Inggris berakhir di Palestina dan sebagai hasil deklarasi PBB, negara Israel resmi berdiri. Ini semakin mulus, karena Kekhalifahan Islam terakhir, Turki Utsmaniyah, tumbang setelah Perang Dunia I, pada tahun 1924, dan mencerai-beraikan kesatuan umat Islam menjadi puluhan negara baru yang dibagi berdasarkan romatisme semu wilayah geografis, satu hal yang selama berabad-abad sebelumnya tak begitu dihiraukan muslim. 

Maklumat pendirian Israel ini yang kemudian dianggap menganiaya rakyat Palestina, sangat ditentang dan lantas diperangi oleh 5 negara Arab di sekitarnya. Namun dengan bantuan persenjataan dan berbagai macam hal dari Amerika Serikat dan sekutunya, Israel berhasil memenangkan perang Arab-Israel itu secara telak, atau paling tidak mengimbanginya.

Perang Arab-Israel yang kemudian disebut sebagai Perang Enam Hari di dekade berikutnya, menghasilkan hasil kekalahan dan kemenangan perang serta percaturan politik yang cukup berimbang antara Arab dan Israel, yang antara lain memaksa Mesir dan Israel menekan perjanjian damai Camp David, dimotori Presiden Jimmy Carter dari Amerika Serikat.

Dalam rangkaian berbagai perang dahsyat ini, Israel dengan paham Zionismenya yang berkeinginan melanggengkan wilayah Palestina yang telah dicaploknya, didukung Inggris dan Amerika Serikat sejak akhir Perang Dunia II. Patut pula dicatat bahwa negara-negara yang dikenal sangat memusuhi Israel seperti Iraq (terutama di bawah rezim kontroversial Saddam Hussein), Syria, dan Iran, saat ini sedang dalam perang terbuka atau diplomatik yang serius dengan Amerika Serikat dan sekutunya yang dikenal sebagai negara-negara pendukung Israel. 

Indonesia sendiri sampai hari ini masih berpendirian untuk tidak mengakui dan memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.

Solidaritas negara-negara Arab di sekitarnya terhadap Palestina seperti dari pemerintah Suriah, Yordania, Arab Saudi, Iraq, Iran, dan Mesir dengan dibantu pasokan persenjataan dan teknologi militer Uni Soviet; mengakibatkan protes keras, bala bantuan dari negara-negara sekitar terhadap Palestina, dan juga bahkan kemudian rangkaian perang antara negara-negara Arab dan Israel yang menahun, bahkan melibatkan negara-negara beragama Islam lain selain bangsa Arab. 

Banyak negara-negara ini dulu berada dalam satu hubungan pemerintahan di bawah Kekalifahan Turki Usmaniyyah dan Bani Abbasiyah Baghdad, bahkan juga Kekhalifahan Islam Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khatthab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Bani Umayyah, Marwani, dan Abbasiyah jauh di masa-masa sebelumnya tentunya.

Israel sendiri selalu didukung penuh oleh Amerika Serikat dan bahkan dalam ”Perang Oktober” yang dimulai dengan serangan Mesir dan Suriah pada Hari Raya ”Yom Kippur” Yahudi 6 Oktober 1973 (Yahudi Israel terhitung kalah di sini), Israel mendapatkan dukungan dana 2,2 miliar dolar dari Konggres Amerika Serikat atas permintaan Presiden Nixon pada tanggal 19 Oktober 1973.

Untuk membalas ini, satu hari kemudian di tanggal 20 Oktober 1973, dilakukan embargo total minyak bumi negara-negara Arab terhadap Amerika Serikat yang didahului penaikan tarif minyak bumi negara-negara Iran dan kelima negara teluk termasuk Arab Saudi sebesar 70% sejak 16 Oktober 1973; sampai diakhiri pada 18 Maret 1974.

Amerika Serikat dan sekutunya kalah total.


... BERSAMBUNG ...

seri telaah kristen IV: sejarah yahudi dan perjanjian lama 3

... LANJUTAN ...

Tentang berbagai fakta sejarah termasuk penulisan sejarah bangsa Bani Israil dan segala distorsinya ini, tak terelakkan juga berkembang menjadi apa yang kemudian disebut sebagai agama Kristen (Katolik-Protestan) dengan khazanah dunianya dan dengan segala tokoh-tokoh Bani Israilnya (misalnya, Nabiyullahh, Nabi Tuhan bernama Isa AS atau Yesus, semua murid langsungnya, dan Paulus/Saulus yang bukan muridnya).

Dan yang menamakan agama ini sebagai `Kristen' ternyata bukanlah pula Isa AS (atau biasa disebut pula sebagai Yesus Kristus, namun menarik pula untuk menelaah apakah sebenarnya Isa AS dan Yesus Kritus adalah orang yang sama kiranya?) atau bahkan Tuhan sendiri; melainkan adalah Barnabas dan Paulus (Saulus) di Antiokhia, justru sepeninggal Yesus (Injil Kis 11:23-26). Paulus sendiri, bukanlah sama sekali murid Yesus, tak pernah sama sekali berjumpa Yesus, namun 'berani' mengangkat dirinya sebagai rasul (Roma 1:1) dan mengubah agama yang diajarkan Yesus (yang sangat dekat dengan nilai ajaran Islam) menjadi versinya (menamainya sebagai "Kristen", lihat Kis 11:23-26), keluar dari atau menafikan Hukum Taurat ( lihat 1 Korintus 9:19-21), bahkan mempertuhankan Yesus serta menambah oknum Tuhan menjadi lebih dari satu (lihat 1 Korintus 8:6, Kolose 1:5, Timotius 2:5, dan Roma 10:9). Ini ia banyak serap juga dari Filsafat Sofisme Yunani yang khas Politeisme (paham akan banyak tuhan atau dewa) itu, dan di kemudian menjadi insprasi bangsa Eropa (Kristen) dalam Renaissance mereka pula dengan segala konsekuensinya setelah kalah dalam berbagai Perang Salib terhadap kaum muslim. Parahnya, paham Paulus, seorang Yahudi campuran ini, dipercaya dan diikuti banyak manusia hingga saat ini, yang sungguh mengira bahwa itulah yang sebenarnya diajarkan Yesus.

Dan sungguh, Yesus yang adalah seorang Rabbi (Guru Agama) Bani Israil/Yahudi dari keluarga sangat terpandang keturunan para Nabi (keluarga Imraan/Aali Imraan) dan samasekali tidak membawa ajaran baru, serta hanya berusaha mengembalikan agama Bani Israil/Yahudi yang sudah melenceng (ditegaskannya di Matius 5:17-120, Matius 5:29-30, Matius 5:34, Yohanes 8:5, dan Yohanes 8:7); TIDAK pernah diakui Bani Israil/Yahudi sebagai Nabi-Messiah mereka, atau bahkan Tuhannya sampai sekarang. 

Bahkan ternyata di tangan MEREKA lah (bangsa Bani Israil-Yahudi dipimpin Rabbinya atau guru agamanya yang tak sepaham dengan Yesus), Yesus diserahkan ke Romawi untuk ‘disalibkan’, untuk dibunuh. 

Dan antara lain, karena inilah, Hitler berusaha melenyapkan Yahudi dari muka Bumi, selain berbagai alasan lain yang mengganggu Jerman, menurutnya. Hitler menganggap mereka adalah bangsa yang mengkhianati, membunuh, menyalibkan Yesus, dan pada kenyataannya di Jerman pada masa itu, menurutnya mereka sudah banyak ‘mencuri’ dari bangsa Jerman. 

Apapun juga (kiranya karena dimurkai Tuhan Yang Maha Esa karena membunuhi banyak UtusanNya dan mengingkari perintahNya), setelah dijajah berbagai bangsa, dicampuri ras dan peradabannya, dan juga terusir itu; bangsa Bani Israil yang terasimilasi agama, budaya, dan rasnya; semakin mengembara ke berbagai penjuru dunia, terpaksa bercampur-baur dengan berbagai bangsa (terutama dengan bangsa Eropa). Masa itu juga dikenal sebagai masa Great Diaspora (penyebaran hebat) Yahudi. 

Dan kemudian selama sekitar atau seusai Perang Dunia II Abad XX Masehi saat dibantai Hitler dalam Holocaust, bangsa Yahudi hijrah dan berkembang beranak-pinak subur dan semakin berkuasa di Amerika Serikat, hingga kini.

Maka, penyesatan Yahudi dan perusakannya kepada tatanan keseimbangan dunia, sudah jauh mereka lakukan sejak sebelum Nabi Isa AS atau Yesus turun. Sadar atau tidak, ini mereka lakukan, turun-temurun dan secara berorganisasi, hingga kini. 

Dan herannya, mereka masih ingin menegakkan supremasi peradaban Yahudi - Israil mereka yang sebenarnya sudah tercampur-baur itu, setidaknya berdasarkan romantisme dan kebanggan semu masa lalu mereka.

Atau malahan, justru karena mereka sudah tercampur-baur dengan berbagai ras dunia? 

Sbagai perbandingan, ini adalah kutipan dari Talmud, tentang berbagai ayat indoktrinasi superioritas bangsa dan penganut Yahudi dibandingkan bangsa dan penganut agama lain. Dalam peperangan, tentara Israel wajib mendaras Talmud itu dalam kesempatan khusus, terlebih di hari Sabbath (Sabtu). 

Antara lain bagian indoktrinasi itu:

- "Orang Yahudi diperbolehkan berdusta menipu Ghoyim (bangsa non-Yahudi)." (Baba Kamma 113a)

- "Semua anak keturunan Ghoyim (non-Yahudi) sama dengan binatang." (Yebamoth 98a)

- "Seorang Ghoyim (non-Yahudi) yang berbaik kepada Yahudi pun harus dibunuh." (Soferim 15, Kaidah 10) 

- "Barangsiapa yang memukul dan menyakiti orang Israel, maka ia berarti telah menghinakan Tuhan." (Chullin, 19b)

- "Orang Yahudi adalah orang-orang yang shalih dan baik dimanapun mereka berada. Sekalipun mereka juga melakukan dosa, namun dosa itu tidak mengotori ketinggian kedudukan mereka." (Sanhedrin, 58b)

- "Hanya orang Yahudi satu-satunya manusia yang harus dihormati oleh siapapun dan oleh apapun di muka Bumi ini. Segalanya harus tunduk dan menjadi pelayan setia, terutama binatang-binatang yang berwujud manusia, yakni Ghoyim (non-Yahudi)." (Chagigah, 15b)

- "Haram hukumnya berbuat baik kepada Ghoyim (non-Yahudi)" 9Zhohar 25b)


Ironisnya, Bani Israil-Yahudi dan organisasi Zionisnya serta gerakan Zionisme (gerakan agar dapat kembali berkuasa di Bukit Zion di Daarussalaam atau Yerusalem) justru sedari dulu didukung dan dibesarkan bangsa Ghoyim yang tertipu muslihatnya, Amerika Serikat-Kerajaan Inggris Raya dan sekutunya, setidaknya dengan Deklarasi Blackstone 1891 AS, Deklarasi Balfour 1917 Inggris, dan Deklarasi Anglo-America Commitee 1946 Inggris-AS. 

Maka selain mulai menguasai Daarussalaam (Yesusalem) dan Masjidil ’Aqsa serta menghapuskan negara Palestina, akhirnya justru merugikan induk-semangnya, Amerika Serikat dan Kerajaan Inggris Raya beserta sekutunya, setidaknya dalam nama baik dan finasial.

Sebagai catatan, gerakan Zionisme sejak akhir abad XIX Masehi bertujuan untuk mengembalikan mandat kekuasaan dan tanah kekuasaan yang diklaim Yahudi adalah miliknya, ke Bukit Zion, di Daarussalaam (Yerusalem), di sebelah Masjidil Aqsa (Solomon’s Temple), sekaligus tentunya menguasai Daarussalaam tersebut. 

Menarik untuk merenungkan, bahwa setidaknya berdasarkan sejarah, sebagian kaum Yahudi juga bertendensi mengklaim Madinah al Munawarah dan Makkah al Mukaramah sebagai tanah tempat leluhur mereka juga, sebelum mereka terusir oleh karena kelakuan buruknya. 

Gerakan untuk dapat menguasai tanah-tanah ini, menguasai kedua Masjid suci Islam di Makkah dan Madinah selain Masjidil Aqsa di Daarussalaam (Yerusalem), karenanya, adalah juga mungkin saja. Dan siapapun umat muslim, pantas waspada, karena Madinah dan Makkah, serta jazirah Arab, adalah wilayah yang diklaim Yahudi sebagai wilayahnya pula.

Sesudah mengalami masa hina dalam Great Diaspora (penyebaran hebat, tercerai-berai ke mana-mana), Yahudi tentu saja ingin berdaulat. Pendirian negara Israel pada tahun 1948 memakan negara Palestina sisa keKholifahan Turki Utsmaniyah-Ottoman yang bubar setelah kalah perang dalam Perang Dunia I yang dikuasai Kerajaan Inggris, dengan dibantu Inggris dan Amerika Serikat melalui berbagai kesepakatan, terutama atas imbal-balik 'jasa' Yahudi membantu Sekutu memenangkan Perang Dunia II, adalah momentum yang tak akan disia-siakan mereka. 


... BERSAMBUNG ... 

seri telaah kristen III: sejarah yahudi dan perjanjian lama 2

... LANJUTAN ...

Jadi, Kitab Taurat Musa yang asli telah kabur dimakan sejarah sejak abad VI SM. 

Kitab Taurat Musa yang ada saat ini adalah hanya kumpulan terjemahan dari para penulis sejarah, yang khususnya banyak berisi sejarah Bangsa Bani Israil-Yahudi dan tatacara aturan agamanya, dengan tingkat keakuratan yang rendah. 

Benarlah, karenanya:

QS An Nisaa’ ayat 155 (4:155): 

Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan mereka melanggar perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan: "Hati kami tertutup." Bahkan, sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali sebahagian kecil dari mereka. 

QS Al Maaidah ayat 13 (5:13): 

(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.

QS Al An’aam ayat 91 (6 :91): 

Dan mereka tidak menghormati Alloh dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: "Alloh tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia". Katakanlah: "Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya)?" Katakanlah: "Alloh-lah (yang menurunkannya)", kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya [*].

[*] Perkataan biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya adalah sebagai sindiran kepada mereka, seakan-akan mereka dipandang sebagai kanak-kanak yang belum berakal.


Setelah kemudian dijajah Romawi (pada saat Nabi Isa ‘alaihis salaam diutus ke Bumi), bangsa Yahudi ini kemudian selama hampir 2000 tahun, tercerai-berai, dapat dikatakan berasimilasi dengan berbagai ras di berbagai penjuru dunia, dalam apa yang dinamakan masa ”Great Diaspora” (Penyebaran Hebat) ini, dan akidah serta rasnya bercampur-baur dengan berbagai akidah dan ras di berbagai sisi dunia, terutama dengan kaum Kristen-Barat. 

Kiranya kini kita melihat orang yang menyebut dirinya sebagai (keturunan) Yahudi, berciri-ciri fisik bermacam-macam. Ada yang terlihat sangat seperti orang Kaukasia (kulit putih) dan ini banyak sekali dan sebagian darinya bahkan telah pula beragama Kristen, ada pula yang terlihat seperti ras Semit (orang Timur-Tengah dan ini insya Alloh adalah bentuk aslinya) dan cukup banyak pula jumlahnya, serta ada pula yang terlihat seperti campuran orang Asia (sebagian kecil berasimilasi dengan bangsa Asia, misalnya bangsa Indonesia, yang memiliki Synagogue di Jalan Kayoon di Surabaya), bahkan ada pula yang dapat terlihat kehitaman seperti ras orang Afrika (sebagian kecil darinya). 

Dan sebagian besar dari mereka, herannya, masih kukuh berpendapat bahwa mereka adalah bangsa terpilih dan juga beragama istimewa yang paling benar dan pantas memimpin dunia, walaupun terbukti ras dan ajaran mereka sudah tak murni lagi. 

Mereka bahkan dapat berasimililasi dan berkomplot dengan orang Kristen dalam menegakkan impian superioritas ini, namun juga masih mempertahankan klaim kebenaran masing-masing, dalam persekutuan pragmatis, menghadapi ”common enemy” (musuh bersama) mereka, yaitu Islam dan kaum muslimin ini serta sekutunya. 

Yahudi (Judaisme) bahkan baru pada abad XIX Masehi muncul sebagai istilah untuk menyebut satu agama. Dalam buku yang berjudul, “Judaism”, penulisnya yang bernama Pilkington, menceritakan bahwa pada tahun 1937 Masehi, para rabbi di Amerika bersepakat untuk mendefinisikan Yahudi sebagai definisi, “Judaism is the historical religious experience of the Jewish people.” 

Jadi, agama Yahudi, adalah agama sejarah. Penamaan, tata cara ritualnya, dibentuk oleh proses sejarah. Maka Filsafat dan akidah dalam khazanah Yahudi pun, bercampur baur dengan hawa nafsu manusianya, sebagai subyeknya, sepanjang sejarahnya. 

Benarlah:

QS Al Baqarah ayat 113 (2:113): 

Dan orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan", padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili diantara mereka pada hari Kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya.

QS Al Baqarah 120 (2:120): 

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.


QS Al Baqarah ayat 139-140 (2:139-140): 

(139). Katakanlah: "Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu; bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati, 
(140) ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani?" Katakanlah: "Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?" Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan. 


... BERSAMBUNG ...

seri telaah kristen II

ABAD KEGELAPAN/ABAD PERTENGAAH DAN KRISTEN 


Dari masa sebelum masehi yang kental dengan Filsafat Relativisme (Kebenaran) Sofisme Yunani Kuno, berlanjut ke apa yang kemudian dinamakan Jaman Abad Pertengahan yang berlangsung lama, lebih-kurang selama lima belas Abad, dari sekitar Abad I sampai Abad XV M. 

Masa ini disebut juga sebagai Era atau masa Medieval atau juga Abad Kegelapan atau Dark Ages) dan dimulai setelah masa Nabi Isa bin Maryam ‘alaihis salaam menapakkan kaki di muka Bumi dan berdakwah. 

Beliau dikenal juga sebagai Isa bin (anak) Maryam, yang dengan sejumlah perkecualian dan catatan perbedaan mendasar adalah hampir dapat dikenal sama juga sebagai Yesus Kristus atau Yesus dari Nazareth dalam khazanah Kristen. 

Kegemparan akan datangnya ’Yesus dari Nazareth’ yang tak memiliki ayah dan nasabnya ditahbiskan kepada Maryam (Maria), ibunya, dan dalam hidup singkatnya menampilkan berbagai mukjizat luar-biasa itu, mengguncang peradaban manusia di sekitarnya saat itu, dan banyak orang yang kemudian berspekulasi akan kenyataan ini. 

Di masa ini, lahir pula agama Kristen, dan ide-idenya mendominasi relung kehidupan masyarakat Eropa dan pengikutnya, termasuk para Pemikirnya. Dan wajah peradaban Barat pada Abad Pertengahan ini, karenanya, didominasi oleh Filsafat Kristen. 

Filsafat Kristen atau Abad Pertengahan ini, antara lain bertokohkan Filsuf Plotinus, (Santo atau Saint) Augustinus atau Augustine, (Saint) Anselmus, Robert Grosseteste, Roger Bacon, Albert Agung, Thomas Aquinas, dsb.; yang kesemuanya sepakat mengedepankan iman dogmatis (tak boleh dibantahi) Kristiani, dan telaahnya pun bersifat religius-dogmatis, akibat pengaruh hebat dan dominan Agama Kristen yang didominasi oknum kaum Gerejawan dan Monarki Baratnya, dengan segala ragam tafsir dogmatisnya. 

Dan tak pelak pemanfaatan Platonisme a la Yunani Kuno (dicetuskan Plato) yang mengajarkan bahwa kebenaran itu sudah ada dengan sendirinya dan berpusat kepada Tuhan namun berjenis dan berbungkus baru, yang disebut sebagai Neo-Platonisme, menjadi gencar dan ditahbiskan sepenuhnya tanpa telaah kristis kepada iman Kristiani. Ini, mau tak mau mendukung pula klaim dogmatis akan kebenaran Kristen. 

Para ahli Filsuf dan Agamawan mereka di saat itu karenanya teguh bermottokan ”Credo et intelligam”, atau ”Keyakinan (keimanan agama) berkedudukan di atas pemikiran (logika), keyakinan mengungguli pemikiran” atau lebih mudahnya, ”Yakini dulu sesuatu, baru carikan alasan untuk menjelaskannya”. 

Maka, dengan sendirinya, Akal (di Barat) benar-benar kalah pada masa ini (terutama terlihat pada isi Filsafat dari Plotinus, Augustinus, Anselmus). Bahkan potensi pemanfaatan akal diganti mutlak oleh Augustinus dengan Iman dogmatis, sebelum penghargaan terhadap potensi Akal sempat muncul kembali kemudian pada masa Thomas Aquinas di akhir masa Abad Pertengahan itu. 

Dan karenanya pula, Aquinas kemudian ditentangi hebat dan dibenci sebagian besar masyarakat Gereja yang terlanjur menjadi pendukung jalur Hati, iman Kristiani, yang dalam hal ini sebagaimana telah disebutkan di atas, adalah iman mutlak dogmatis a la Kristiani, tak mengindahkan telaah kritis akal. 

Ini juga tak pelak menyebabkan masyarakat Barat di masa itu secara luas menjadi percaya dan beriman dogmatis akan ‘rasa hati’ (atau yang adalah agama, Kristen, lebih tepatnya Kristen Katolik, bagi mereka), karena menurut mereka, Agama adalah rasa hati dan Filsafat adalah pemikiran. Filsafat dan Agama itu sendiri, satu hal yang di masa sesudahnya, terutama masa Thomas Aquinas, dicoba untuk disatu-padukan namun menemui sejumlah kendala sampai masa Modern merebak. 

Keyakinan Ksritiani yang mendominasi di masa Abad Pertengahan ini, menjadikannya tidak boleh atau tidak mudah untuk dapat dikritiki, sekaligus membuat kedudukan mereka yang berada dalam struktur otoritas agamanya menjadi tinggi, dan tak dapat disalahkan. Dan karenanya ini juga membuat mereka makmur secara ekonomi, juga sebagai pemegang mandat negara, dengan mandat Otokrasi dan Teokrasi Kristiani. 

Dan kenyataan ini bagi sebagian orang lain, misalnya rakyatnya yang mereka pimpin, artinya juga adalah kesemena-menaan yang diorganisasikan. 

Kekuasaan absolut negara dan pusat-pusat kesejahteraan masyarakat saat itu dipegang mutlak oleh Gereja dan Kerajaan, dengan pajak sistem Feodalisme berdasarkan tafsir mereka terhadap iman Kristiani dan bahwa Gereja adalah wakil Tuhan di Bumi dan bahwa sistem pemerintahan yang terbenar adalah Kerajaan Kristiani penyokongnya. Golongan Ksatria, dan Raja, adalah pelindung rakyat, dan rakyat harus membayar pajak kepada mereka, yang penafsirannya seringkali dianggap semena-mena oleh rakyat. 

Tak pelak juga, maka, perkembangan ilmu-pengetahuan yang biasanya berdasarkan kepada gelitikan pemikiran, rasa penasaran, kebertanya-tanyaan, pemikiran, pun menjadi lambat pula. Pendeknya, potensi telaah Akal pada masa ini, dihambati.

Ada pula pada masa ini yang disebut sebagai Lembaga Inkuisisi Gereja, yang pada awalnya hanya mengisolasikan, membersihkan, menghukum (dan kalau perlu menyiksai dan membantai) orang Kristen yang dianggapnya kafir (artinya yang dianggap tak sejalan dengan pendapat Gereja), pendeknya terhadap mereka yang menodai, menentangi ajaran Gereja. 

Dan ini terjadi terutama terhadap mereka yang termasuk di dalamnya adalah terhadap kaum Homoseksual, kaum Lesbian, mereka yang dianggap sebagai Penyihir, orang-orang yang mungkin sebenarnya adalah penderita penyakit tertentu yang di masa itu belum terjelaskan, atau bahkan terhadap para Penemu atau Ilmuwan yang metodanya tak dapat dipercaya kaum petinggi Gereja pada masanya (misalnya apa yang Gereja jatuhkan terhadap Galileo Galillei), dan sebagainya. 

Namun tujuan dan sasaran Inkuisisi Gereja ini kemudian juga meluas menjadi pemusnahan massal terhadap Muslim dan Yahudi yang hidup di Eropa di masa itu juga (yang tentu saja, dalam pandangan Gereja saat itu, kaum Muslimin dan Yahudi jelas adalah orang-orang Kafir dan karenanya tak perlu kiranya dibiarkan hidup mengotori dunia mereka). 

Inkuisisi Eropa ini kemudian (khususnya di Spanyol), juga dengan sendirinya menjadikan wilayah Muslim Kekhalifahan Barat di Spanyol dan Portugal (serta di wilayah yang tak seberapa jauh, para muslim yang bermukim di Sisilia), menjadi wilayah Eropa Kristen-Katholik kembali. Dan pembantaian massal ini, berpuncak di sekitar tahun 1491 M. 

Yang menarik kiranya, bukan kebetulan pula, tahun ini adalah sekitar satu tahun sebelum Christophorus Columbus berlayar dari Spanyol mencari dunia dan sumber kekayaan baru pada tahun 1492 M, dengan direstui Raja dan Ratu Spanyol yang telah memimpin proses Inkuisisi akhir itu (Raja Ferdinand dan Ratu Isabella dari Spanyol) dan merebut Spanyol dari kaum muslim; untuk secara tak sengaja kemudian menemukan Benua Amerika, ’Dunia Baru’ itu.

Maka akidah umumnya sendiri di saat itu, didasarkan penuh kepada berbagai persangkaan pemikiran yang didapatkan dari berbagai (puluhan, ada yang menyebut sekitar empat puluh lima, ada yang menyebut sekitar tujuh puluh) versi Injil yang beredar saat itu dengan berbagai penafsirannya, yang kemudian dipilahi menjadi empat Injil (Injil Kanonik). 

Dan termasuk di dalamnya adalah pemahaman bahwa Yesus dari Nazareth adalah Tuhan dan Anak Tuhan (yang sekaligus berarti oknum Tuhan ada tiga seluruhnya yang disebut sebagai ajaran Trinitas yaitu terdiri dari tuhan Bapa, Anak, Roh Kudus, hasil Konsili Gereja Chalcedon sekitar empat ratus tahun setelah Nabi Isa AS tidak ada di muka Bumi), lalu meyakini bahwa cara hidup selibat (tidak menikah) a la pertapaan Gereja adalah terbaik agar dapat menjadi dekat dengan Tuhan, juga bahwa kekuasaan tertinggi haruslah dipegang oleh Gereja (dan sistem Monarki-Teokrasi Kristiani), dan sebagainya yang menjadi pengejawantahan cara hidup sehari-hari mereka. 

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya peminjaman atau pengaruh Neo-Platonisme pada tahap perkembangan Kristen dan Filsafatnya kemudian di masa ini, menjadi dominan dan mendasari pendoktrinan-pendogmaan Kristen pula. 

Namun juga ditemukan di kalangan minoritas Barat saat itu, pengaruh Filsafat yang mendasarkan pengandalan telaah pemikiran atau Akal a la Aristoteles, misalnya dengan adanya pemahaman kritis dalam deduksi logis (argumen intelektual), walaupun ini tak banyak. Juga ada Stoisisme (kesabaran dan penguasaan diri). Lalu ditemui adanya pengaruh tradisi Yahudi (dari Filsuf Philo), misalnya tentang penggunaan Alegori (kiasan), telaah kemahakuasaan Tuhan, tentang penciptaan, tentang Teokrasi (pemerintahan yang didasarkan kepada agama), dsb. 

Golongan Apologis atau Apologetik (pencari alasan untuk pembenaran sesuatu) pun, anehnya (atau malahan justru), mulai menggunakan Filsafat Yunani (Filsafat Relativisme, bahwa ”Kebenaran itu relatif”) pula, untuk dapat membela kebenaran Injil (dengan berbagai argumen yang benar secara relatif). Dan karenanya kaum ini juga berlindung di balik berbagai argumen membingungkan, antara lain yakni menggunakan berbagai argumen akan kebenaran yang relatif itu. 

Di luar itu, namun masih berkaitan pula dengannya, mulai populer pulalah istilah Logos atau firman, oleh Filsuf Clements, sebagai sarana (perantara) Tuhan (yang dianggap berada di luar ruang dan waktu), untuk berhubungan dengan manusia (yang berada di dalam ruang dan waktu). 


... BERSAMBUNG ...

seri telaah kristen

Assalaamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh. 

(semoga engkau sekalian yang beriman dan kuhormati selamat, dan rahmat serta berkah Tuhan untukmu sekalian yang beriman dan kuhormati)


ASAL TRINITAS DAN KETIDAKSESUAIANNYA DENGAN AJARAN YESUS

TRINITAS atau Trinity, pemahamam bahwa Tuhan itu adalah tiga oknum yang bahkan saling memperanakkan (atau dengan kata lain adalah mempercayai bahwa Tuhan itu berjumlah tiga aknum seperti pada masa kepercayaan kuno akan banyak dewa), muncul dalam khazanah kaum yang sekarang bernama Kristen sejak dinamai oleh Barnabas dan Paulus (Saulus atau Paul) di Antiokhia (lihat Injil Kisah Para Rosul 11:23-26) itu, sejak Abad Pertengahan (nama lainnya adalah Abad Kegelapan atau Dark Ages atau Medieval Ages), melalui propaganda kaum Filsuf dan agamawan Kristen. 

Yang tak banyak diketahui orang, juga kaum Kristen sendiri, ternyata Yesus tak pernah tercatat memperanakkan diri terhadap Tuhan, dan tak pernah menganggap serta menyatakan dirinya sebagai Tuhan.

Di bawah ini, insya Allah akan diterangkan serba sedikit mengenainya.

Semoga bermanfaat:

FILSAFAT KRISTEN ABAD PERTENGAHAN

Filsafat Kristen sendiri awalnya adalah sangat sederhana, yaitu berdasarkan harapan besar akan kembalinya Yesus Kristus anak Maria dari Nazareth (dengan sejumlah perkecualian adalah disebut sebagai Nabi Isa bin Maryam ‘alaihis salaam yang dalam Islam adalah seorang nabi-rasul agung dan wajib diimani muslim) setelah ’disalibkan’ Romawi dan Yahudi, yang kemudian berkembang menjadi keinginan untuk bersatu dengan Tuhan (termasuk bersatu dengan Yesus, menurut kaum Kristiani), yang paham ini terutama dicetuskan oleh dua orang Filsuf Kristen paling menonjol di Abad Pertengahan, Plotinus dan Augustinus. 

Yesus (Kristus) dari Nazareth sendiri adalah seorang Rabbi (guru agama) muda Bani Israil yang berdakwah di propinsi Yudea jajahan Romawi, ’semasa hidupnya’ (karena dalam Islam, Isa bin Maryam ‘alaihis salaam atau Yesus anak Maria tidak pernah meninggal dunia dan akan kembali datang ke Bumi pada akhir jaman, lihatlah QS An Nisaa’ ayat 157 dan berbagai Hadits terkait). 

Masalah Teologi pada saat itu (pada masa Abad Pertengahan) tidak atau belumlah merupakan daya tarik. Dan karena ilmu atau sains tidaklah juga penting bagi kedua tokoh Filsuf utamanya, yakni Plotinus dan Augustinus, maka penjelasan ilmiah tentang alam semesta juga tidaklah penting bagi para pengikutnya di masa Abad Pertengahan itu (dan sisa pengikutnya saat ini). Dan karenanya pula, ilmu-pengetahuan berkembang dengan sangat lambat di Barat pada saat itu. 

Inilah yang kemudian oleh para ahli Sejarah disebut sebagai Abad (-abad) Kegelapan (Dark Ages), nama lain dari Abad (-abad) Pertengahan (Medieval Ages atau Middle Ages) 

Yang menonjol dari akidah Kristen ini adalah bahwa menurut akidah ini, tuhan itu terdiri dari tiga oknum namun adalah satu juga (tuhan Bapa, tuhan Anak, dan tuhan Roh kudus yang tiga dalam satu), dan diyakini oleh kaum Kristiani mayoritas. Ini disebut sebagai Trinitas (Trinity).

Namun ternyata paham ini sendiri tidaklah serta-merta ada, karena baru ditahbiskan setelah melalui perdebatan berabad-abad lamanya antara kaum yang pro dan kontra terhadapnya (termasuk melalui berbagai sidang Konsili besar dunia Kristen), yang akhirnya dimenangkan kaum mayoritas yang masih terpengaruh aneka paham Politeisme akan para Dewa pengatur kehidupan, agama Pagan Eropa, terutama dari pengaruh Yunani dan Romawi, yang juga sejalan dengan berbagai agama Pagan-Berhala dari ’dunia Timur’ yang sarat Dewa pula (misalnya paham dari Hindu-India). 

Maka, tuhan menjadi tiga oknum bagi mereka, yang mereka saling beranak-memperanakkan, seperti manusia dan aneka makhluk lain saja. 

Trinitas dan Filsafatnya menyatakan bahwa Tuhan itu ada tiga oknum, yaitu tuhan Bapa (di surga), tuhan Anak atau Yesus (yang turun ke Bumi untuk membela mengasihi orang-orang yang susah, menebus dosa manusia, dan kemudian naik ke langit), serta tuhan Roh Kudus (oknum ketiga yang diduga adalah malaikat Gabriel atau Jibril yang fungsinya masih diperdebatkan banyak pihak, namun diyakini adalah salah satu bentuk tuhan bagi Kristen) dan sebagainya; beserta segala konsekuensinya dan pengembangan masif akan tafsirnya. 

Ini menjadi dipercaya serta ditetapkan luas untuk diimani, terutama setelah Konsili-Konsili pada abad III dan IV M, terutama dengan adanya dukungan Kerajaan Romawi (dan Filsafat Yunani serta Romawi) yang saat itu baru masuk Kristen yang dalam proses asimilasi ini, yang masih membawa juga berbagai sisa pengaruh paham Politeisme (percaya kepada banyak tuhan, para dewa), termasuk juga karenanya berbagai macam kisah legenda masyarakat Eropanya.


... BERSAMBUNG ...