Me

Me

Kamis, 02 Desember 2010

syiah

MENGUPAS SYIAH

                                           Aznan Hamat

MUQADDIMAH

Semenjak kematian Imam mereka, Syi'ah mengalami perkembangan dan perpecahan.
Dan semakin jauh perpecahan mereka, semakin banyak pula ajaran dan paham baru. Dimana tidak jarang ajaran Syi'ah dalam satu periode bertentangan dengan ajaran mereka pada periode sebelumnya. Karena setiap Imam memberikan ajaran, dimana perkataan Imam bagi Syi'ah adalah hadits, sama dengan sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Aalihi Wasallam. Bahkan ada yang ber-anggapan bahwa perkataan Imam sama dengan firman Allah.
Namun yang kita bicarakan dalam kapasitas ini adalah kelompok Syi'ah yang percaya kepada dua belas Imam (Syi'ah Imamiyah Al-Itsna 'Asyariyah) dan sekte inilah yang masuk dan berkembang di Indonesia.
Namun kemungkinan orang-orang Syi'ah di sekitar anda akan mengingkari tulisan ini sambil berkata: "Syi'ah tidak seperti ini!" Tetapi tidak selayaknyalah mereka mengingkari perkataan-perkataan ulama-ulama besar me-reka, Karena bahan bacaan yang kami gunakan dalam penyusunan risalah ini menggunakan kitab-kitab pokok Syi'ah yang ditulis oleh ulama-ulama besar Syi'ah sebagai referensi.

PEMBAHASAN

Abdullah bin Saba' adalah seorang pendeta Yahudi dari Yaman yang pura-pura masuk Islam pada akhir kekhalifahan 'Utsman radiallahu 'anhu. Dialah orang yang pertama mengisukan bahwa yang berhak menjadi khalifah setelah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah Ali Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Tetapi pada abad ke-14, dimunculkanlah isu bahwa Abdullah bin Saba' itu adalah manusia bayangan. Mungkin didorong oleh rasa tidak enak, karena timbul imajinasi bahwa ajaran Syi'ah itu berasal dari Yahudi. Tetapi itu merupakan fakta sejarah yang telah dibakukan, diakui oleh ulama-ulama Syi'ah pada jaman dahulu hingga sekarang.
Sungguh keliru orang yang mengatakan bahwa tidak ada perbedaan antara Sunni dan Syi'ah, kecuali sebagaimana perbedaan yang terjadi antara madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali) dan masalah-masalah furu'iyah ijtihadiyyah!
Ketahuilah bahwa Syi'ah adalah agama di luar Islam. Perbedaan antara kita kaum Muslimin dengan Syi'ah sebagaimana berbedanya dua agama dari awal sampai akhir yang tidak mungkin disatukan, kecuali salah satunya meninggalkan agamanya.
Agar para pembaca mengetahui bashirah (yakni hujjah yang kuat dan terang naqliyyun dan aqliyyun) bahwa Syi'ah adalah dien/agama, maka di bawah ini kami tuliskan sebagian dari aqidah Syi'ah yang tidak seorang Muslim pun meyakini salah satunya melainkan dia telah keluar dari Islam.
1.    Mereka mengatakan bahwa Allah Ta'ala tidak mengetahui bagian tertentu sebelum terjadi. Dan mereka sifatkan Allah Ta'ala dengan al-Bada' yakni Allah Subhanahu wa Ta'ala baru mengetahui sesuatu setelah terjadi.
2.    Tahriful Qur'an (Perubahan Al-Qur'an). Yakni mereka mengi'tiqadkan telah terjadi perubahan besar-besaran di dalam Al-Qur'an. Ayat-ayat dan surat-suratnya telah dikurangi atau ditambah oleh para shahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam di bawah pimpinan tiga khalifah yang merampas hak ahlul bait, yaitu Abu Bakar, 'Umar dan 'Utsman radhiallahu 'anhum ajmain. Salah satu ayat yang dibuang menurut versi Syi'ah adalah ayat wilayah (kedudukan) yang terdiri dari tujuh ayat. Kami tuliskan ayat ketujuhnya : Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan Ali termasuk orang-orang yang menjadi saksi.
3.    Mereka juga mengatakan bahwa Al-Qur'an yang ada di tangan kaum Muslimin dari zaman shahabat sampai hari ini tidak asli lagi. Kecuali Al-Qur'an mereka yang tiga kali lebih besar dari Kitabullah yang mereka namakan mushaf Fatimah yang akan dibawa oleh Imam Mahdi.  Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman (yang terjemahannya): "Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami-lah yang benar-benar memelihara/menjaganya." (Al-Hijr: 9). (Al-Qur'an) yang tidak datang padanya kebathilan baik dari depan maupun belakangnya, yang diturunkan ALLAH Yang Maha Bijaksana (lagi) Maha Terpuji." (Fush-shilat : 42). Alangkah besarnya dusta dan penghinaan mereka terhadap Al-Qur'an. Allah Subhanahu wa Ta'ala tegaskan bahwa Al-Qur'an di dalam pemeliharaan-Nya dan tidak akan kemasukan satupun yang bathil dari segala jurusan. Akan tetapi mereka mengatakan bahwa Al-Qur'an telah diubah oleh tangan-tangan manusia, yaitu para shahabat.
4.    Mengadakan penyembahan terhadap manusia. Mereka bersikap berlebih-lebihan terhadap imam-imam mereka, sehingga mereka tinggikan sampai kepada derajat uluhiyyah (ketuhanan). Untuk itu, mereka telah berbohong atas nama shahabat besar ahlul jannah, Ali bin Abi Thalib bersama istrinya (Fatimah puteri Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Aalihi Wasallam) dan kedua orang anaknya (Hasan dan Hushain) dan seluruh ahlul bait. Lihatlah kepada sebagian perkataan ulama mereka tentang Ali bin Abi Thalib yang kata mereka –secara dusta- telah mengatakan: Demi Allah. Sesungguhnya akulah yang bersama Ibrahim di dalam api, dan akulah yang men-jadikan api itu dingin dan selamatlah Ibrahim. Dan aku bersama Nuh di dalam bahtera (kapal), dan akulah yang menyelamatkannya dari teng-gelam. Dan aku bersama Musa, lalu aku ajarkan ia Taurat. Dan akulah yang membuat Isa dapat berbicara di waktu masih bayi dan akulah yang mengajarkannya Injil. Dan aku bersama Yusuf di dalam sumur, lalu aku selamatkan ia dari tipu daya saudara-saudaranya. Dan aku bersama Sulaiman di atas permadani (terbang), dan aku-lah yang menundukkan angin untuknya). (Dinukil dari kitab Syi'ah wa Tahrifu al-Qur'an oleh Syaikh Muhammad Malullah halaman 17, nukilan dari kitab al-Anwaaru an-Nu'maaniyyah (I/31) salah satu kitab terpenting Syi'ah). Sekarang lihatlah apa yang dikatakan Khomeini, pemimpin besar agama Syi'ah di dalam kitabnya al-Hukuumatu al-Islamiyyah (hal. 52): "Dan sesungguhnya yang terpenting dari madzhab kami, sesungguhya imam-imam kami mempunyai kedudukan (maqam) yang tidak bisa dicapai oleh seorang pun malaikat yang muqarrab/dekat dan tidak oleh seorangpun Nabi yang  pernah diutus." Maksudnya, imam-imam mereka itu jauh lebih tinggi dari para malaikat dan sekalian Nabi yang pernah diutus. Inilah salah satu penghinaan terbesar Khomeini kepada seluruh Malaikat dan para Nabi semuanya (termasuk Jibril dan Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, berpegang kepada keumuman lafadz yang diucapkan Khomeini). Sangat tidak pantas seorang pemuda Ahlus Sunnah mengidolakan orang seperti ini, bahkan sampai memajang posternya di dalam kamarnya. Mereka pun meriwayatkan secara dusta atas nama Ali: Dan akulah yang menghidupkan dan memati-kan. (Syi'ah wa Tahrifu al Qur'an, hal 17). Lihatlah! Bagaimana mereka samakan Ali dengan Namrud dan Fir'aun yang mengaku sebagai tuhan yang menghidupkan dan mematikan.
5.    Di antara I'tiqad Syi'ah yang terpenting dan menjadi salah satu asas agama mereka adalah aqidah raj'ah, yaitu keyakinan hidup kembali di dunia ini sesudah mati, atau kebangkitan orang-orang yang telah mati di dunia. Peristiwanya terjadi ketika Imam Mahdi mereka bangkit dan bangun dari tidur panjangnya yang sampai sekarang telah seribu tahun lebih (karena selama ini ia bersembunyi di dalam gua). Kemudian dihidupkanlah kembali seluruh imam mereka dari yang pertama sampai yang terakhir tanpa terkecuali Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Aalihi Wasallam dan putri beliau Fatimah. Kemudian dihidupkan kembali pula musuh-musuh Syi'ah yang terdepan yakni Abu Bakar, Umar dan Utsman dan seluruh shahabat dan seterusnya. Mereka semua akan diadili, kemudian disiksa di depan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Aalihi Wasallam karena telah mendzalimi ahlul bait, merampas imamah dan seterusnya. (Lihat kitab mereka, Haqqul Yaqin, Hal. 347). Aqidah Raj'ah ini terang-terangan telah mendustakan isi Al-Qur'an diantaranya firman ALLAH Subhanahu wa Ta'ala (yang terjemahannya): "Dan di hadapan mereka (orang-orang yang telah mati) ada alam kubur sampai hari mereka dibangkitkan (yakni hari kiamat)." Ayat yang mulia ini menegaskan bahwa orang yang telah mati akan hidup di alam barzakh (alam kubur) dan tidak akan hidup lagi di dunia sampai mereka dibangkitkan nanti pada hari kiamat.
6.    Pengkafiran kepada seluruh shahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Aalihi Wasallam, kecuali beberapa orang seperti Ali, Fatimah, Hasan dan Hushain dan..Mereka merendahkan para shahabat dengan caci maki dan laknat dalam melawan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang banyak memuji para shahabat di antaranya keridhaan Allah kepada mereka radhiallau 'anhum ajmain.
7.    Taqiyyah. Berkata Mufid dalam kitabnya Tashhiih al-I'tiqaad, menerangkan pengertian taqiyah dikalangan Syi'ah : "Taqiyah adalah menyembunyikan kebenaran dan menutupi keyakinannya, serta menyem-bunyikannya dari orang-orang yang berbeda dengan mereka dan tidak menampakkannya kepada orang lain karena dikhawatirkan akan  berbahaya terhadap aqidah dan dunianya." Ringkasnya, taqiyah adalah berdusta untuk menjaga rahasia. Hakekat Syi'ah memang terka-dang sulit diketahui para pengikutnya sendiri. Itu semua dikarenakan aqidah taqiyah dan kitman (sikap menjaga rahasia) yang ada pada mereka.
Bahkan terkadang mereka berpenampilan seolah-olah mencintai Ahlus Sunnah, sehingga semua ini menjadikan orang-orang yang polos di kalangan Ahlus Sunnah tertipu dan terpedaya oleh mereka.
Syi'ah mensyari'atkan dusta yang merupakan aqidah yang harus dipercayai dan bahkan masuk dalam rukun iman, sebagaimana disebut-kan dalam kitab mereka: "Kulani menukil dari Abdullah, ia berkata: Taq-walah atas agamamu dan berhijablah dengan "taqiyah", maka sesungguhnya tidak sempurna iman seseorang apabila tidak berdusta (taqiyah). (Ushulul Kaafi hal. 483. Al Kaafi merupakan salah satu kitab pegangan pokok mereka dalam hal aqidah dan agama Syi'ah Imamiah). Kulaini mengatakan dari Abdullah ia berkata: Adalah Bapakku mengatakan: "Dan apakah yang dapat menenangkan pikiranku selain berdusta (taqiyah). Sesungguhnya taqiyah adalah surga bagi orang yang beriman." (Ushul Al-Kaafi hal.484).
Jagalah agama kalian dan lindungilah dengan taqiyah, sesungguhnya tidak beriman bagi siapa yang tidak bertaqiyah. (Al Kulani dalam Ushul Al-Kafi, I/218).
Rafidhah (Syi'ah) memandang wajibnya menggunakan taqiyah terhadap kaum Muslimin. Dengan taqiyah, seakan mereka menunjukkan iltizam-nya tehadap hukum Islam. Saling meno-long dengan dasar cinta dan kasih sayang dengan kaum Muslimin. Padahal kenyataannya mereka berlepas diri dari kaum Muslimin. Mere-ka menganggap bahwa Ahlus Sunnah lebih kafir daripada orang-orang Yahudi, Majusi dan Musyrik. Mereka juga memandang bahwa mereka tidak mungkin bertemu dengan kaum Muslimin dalam masalah agama. Seperti yang dijelaskan oleh Ni'matullah al-Jazairi, ia berkata: "Sesungguhnya kita tidak bertemu dengan mereka atas satu ilah (sembahan), tidak pula atas satu nabi dan tidak pula atas satu imam. Yang demikian itu karena mereka mengatakan bahwasanya Tuhan mereka adalah yang mengutus Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam sebagai nabinya dan mengangkat Abu Bakar sebagai khalifahnya.
Sedangkan kami tidak mengatakan dengan Tuhan yang demikian itu dan tidak pula dengan nabinya. Akan tetapi yang kami katakan bahwa Tuhan yang mengangkat Abu Bakar bukanlah Tuhan kita, tidak pula nabi tersebut adalah nabi kita." (Ash-Shirath al-Mustaqim Ila Mustahqi at-Taqdim, III/73).
Oleh karena itu mereka menyelisihi kaum Muslimin dalam segala perkaranya.
Menjadikan hal demikian sebagai prinsip mereka yang paling penting, dan mereka membangun agamanya atas prinsip tersebut. Seperti yang diriwayatkan oleh ash-Shadiq dari Ali bin Absath, ia berkata: "Aku berkata kepada Radha 'Alaihissalaam :  'Aku memiliki masalah, tetapi aku tidak memperoleh pemecahannya. Sedang di negeri tersebut tidak seseorang pun ulama kita (Syi'ah). Radha menjawab: 'Datanglah kepada ahli fiqh yang ada di negeri itu, lalu mintalah fatwa berkenaan dengan masalahmu. Tapi ambillah kebalikannya. Karena, kebenaran itu ada pada kebalikan (pernyataan fatwa) tersebut."
(Dikutip dari kitab mereka Al-Anwar An-Nu'maniyah II/278).
Menurut Khomeini, imannya orang Syi'ah tidak sempurna kecuali bila ia telah berbeda dengan Ahlus Sunnah wal Jama'ah (Al-Hukumat al-Islamiyyah hal. 83).
Berkata Ash-Shadiq; "Ayahku berkata dalam suratnya: 'Janganlah engkau bermakmum shalat kecuali pada dua macam orang. Pertama orang yang engkau percayai agama dan kewaraannya. Kedua, orang yang engkau khawatirkan  pedang, kekerasan, dan kekejiannya terhadap agama-(mu). Shalatlah di belakangnya dengan cara taqiyah dan berpura-pura."  (Dikutip dari kitab mereka Man laa yahdhuruhu al-Faqiih, I/265).
Syaikh mereka Majlisi meriwayatkan dari Abi Abdillah, bahwasanya ia pernah berkata:
 ....... Maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Diperintahkan supaya bertaqiyah....." (Kitab Syi'ah, Bihar al-Anwar,XXIV/47)
Inilah kepalsuan yang sangat besar terhadap kedudukan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan terhadap keluarga-nya dan kerabatnya. Seandainya kita menerima bahwa ahlul bait takut terhadap para penguasa, maka siapakah yang ditakuti oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan kepada siapakah beliau pernah bertaqiyah? Padahal beliaulah yang tegak menentang kaum kafir Quraisy dan para pembesarnya. Beliau hadapi mereka, beliau selisihi agamanya serta beliau seru mereka untuk beribadah kepada Allah semata. Jadi mengaitkan taqiyah kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan keluarganya
merupakan dusta yang sangat besar.